Alhamdulillah, beberapa jam yang lalu, pesawat yang
saya tumpangi mendarat dengan mulus di landasan pacu Bandara Sultan
Thaha (Suha). Tak ada guncangan. Padahal, ketika menjejakkan kaki ke
tangga, turun dari pesawat di sambut rintik – rintik hujan. Payung pun
tak urung dikenakan.
Alhamdulillah, di dalam pesawat itu, di lajur sebelah, tepatnya
seberang bangku saya, seorang penumpang terus-menerus menghitung tasbih
melingkari jarinya. Khusyu’ berdzikir. Adem mata ini memandangnya.
Walau banyak pemandangan lain, rasanya magnet itu begitu sayang untuk
dilewatkan. Menambah ingat Allah akan nikmatNya.
Alhamdulillah
juga, di dalam perjalanan atas itu, tak kuasa kedua mata ini terpejam
menahan penat jiwa. Anugerah yang tak tertahankan, dimana banyak juga
penumpang lain terkulai menahan sebagian derita perjalanan ini: capek
dan kantuk.
Berapa seringkah kita bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan kepada kita per harinya?
Bagi yang rajin akan berada di angka 165 kali atau lebih. Dengan
catatan rajin berdzikir sehabis sholat wajib dengan membaca tahmid -
Alhamdulillah 33 kali, selain tasbih dan takbir. Itu pun (kebanyakan)
tanpa penghayatan karena sudah terbiasa sama sekali. Tapi, Alhamdulillah
masih mending daripada yang hanya sambil lalu saja.
Ibn
Athaillah dalam kitabnya - Al-Hikam - mendefinisikan syukur adalah
sarana untuk memanfaatkan dan memelihara karunia-Nya. Hati yang
bersyukur memperkuat dan memantapkan kebaikan yang ada. Orang awam
mungkin hanya bersyukur saat mendapatkan kesenangan materi saja. Tetapi,
orang yang dekat dengan Allah menyadari semua yang terjadi di dunia,
baik itu nikmat atau musibah sekalipun akan senantiasa disyukuri. Siapa
tidak mensyukuri nikmat, berarti menginginkan hilangnya. Dan siapa
mensyukurinya, berarti telah secara kuat mengikatnya.
Allah
Ta`ala berfirman : Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang
telah diberikan Allah kepadamu dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu
hanya kepada-Nya saja menyembah. (Q.S An-Nahl [16] : 114)
Bersyukur
merupakan ibadah paling mudah, tetapi sangat sedikit orang yang
menyadari dan melakukannya. Hanya hamba yang benar-benar beriman yang
bisa mensyukuri setiap nikmat dan rizki yang telah Allah berikan.
Sekecil apapun itu, jika kita bersyukur maka nilainya akan tinggi di
mata Allah Ta`ala. Kita bisa menghirup udara segar, tangan kita bergerak
melakukan apa saja yang kita mau, mata kita bisa melihat dengan jelas,
kaki kita bisa berjalan dan tubuh kita tegap tanpa takut terjatuh, perut
kita bisa mencerna makanan dengan tidak memuntahkannya, telinga kita
masih bisa mendengar, itu semua nikmat dari Allah.
AllahTa’ala berfirman:
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat
menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (An-Nahl 18)
Hati yang selalu ikhlas,
ridla dengan takdir-Nya, lisan yang selalu ringan mengucap syukur dan
berakhlaqul karimah terhadap sesama manusia merupakan bentuk nyata dari
mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Orang yang senantiasa bersyukur kepada
Allah, qana’ah, selalu mengambil hikmah terhadap segala permasalahan,
maka hidupnya akan tentram, pikirannya tidak cemas, hatinya selalu
bersih dari kesombongan dan kekufuran. Tetapi sebaliknya, orang yang
tidak mau dan lupa bersyukur maka Allah akan mencabut nikmat yang telah
diberikan-Nya dan mengganti dengan siksa yang pedih. Naudzubillahi min
dzalik.
Janji Allah tak akan luput seperti pada surat Q.S Ibrahim [14] : 7,
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Oleh
karenanya, perlu disadari jika kita bersyukur maka keimanan kita
bertambah, ilmu kita bertambah, harta kita bertambah, amal kita
bertambah. Bersyukur bukanlah hal sulit. Bersyukur bukanlah hal remeh
yang mesti kita tinggalkan. Tapi sebaliknya harus kita tingkatkan, walau
banyak yang lupa meninggalkannya. Karenanya ingatlah: “Fabiayyi Aalaa’i
Robbikumaa Tukadz-dzibaan - Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang
(bisa) kamu dustakan?”
Oleh: Faizunal
Gambar: http://1.bp.blogspot.com